Oleh: Luthfan | 8 Januari 2009

Robert Fisk: Negara Mesir yang Busuk itu Terlalu Lemah dan Korup untuk Bisa Bertindak

Ada hari dimana kami khawatir mengenai “masyarakat Arab” – yakni jutaan orang Arab “jelata” yang memenuhi jalanan kota-kota Kairo, Kuwait, Amman, Beirut – dan reaksi mereka atas pertumpahan darah yang berkelanjutan di Timur Tengah. Mampukah Anwar Sadat menahan amarah rakyatnya? Dan pada hari ini – setelah tiga dekade mampukah Husni Mubarak – Mubarak (atau “La Vache Qui Rit”, karena dia masih disebut berada di Kairo) menahan kemarahan rakyatnya? Jawabannya adalah, tentu saja ya. Orang Mesir , Kuwait dan Yordania akan diizinkan untuk berteriak-teriak di jalan-jalan ibu kota – tapi kemudian mereka akan dibungkam dengan bantuan puluhan ribu polisi rahasia dan para milisi pemerintah yang melayani para pangeran, para raja dan para penguasa tua di Dunia Arab.


Orang Mesir menuntut agar Mubarak membuka pintu perlintasan Rafah untuk masuk ke dalam Gaza, memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel, dan bahkan mengirimkan senjata kepada Hamas. Dan ada hal yang menarik ketika mendengarkan respon Pemerintah Mesir: kenapa tidak mengeluh mengenai tiga pintu gerbang yang Israel menolak untuk membukannya? Dan bagaimanapun juga, pintu perlintasan Rafah secara politik dikontrol oleh empat kekuatan yang menghasilkan “peta jalan” untuk perdamaian, termasuk Inggris dan Amerika.

Kenapa menyalahkan Mubarak?

Untuk mengakui kenyataan bahwa Mesir bahkan tidak dapat membuka perbatasan yang dikuasainya tanpa izin dari Washington adalah suatu hal yang anda perlu tahu mengenai betapa tidak berdayanya para gubernur provinsi di Timur Tengah yang bekerja bagi kami.

Bukalah pintu Rafah – atau putus hubungan dengan Israel – dan fondasi ekonomi Mesir pun akan ambruk.

Siapapun pemimpin Arab yang mengambil tindakan semacam itu akan menyebabkan ditariknya dukungan ekonomi dan militer dari Barat. Tanpa adanya dukungan finansial, Mesir akan bangkrut.

Tentu saja, hal ini berlaku untuk keduanya. Secara individual, para pemimpin Arab itu tidak akan membuat isyarat emosional bagi siapapun. Ketika Sadat terbang ke Jerusalem – “Saya capek dengan orang-orang kurcaci itu,” katanya mengenai para rekan sejawatnya pemimpin Arab – dia membayar hal itu dengan darahnya sendiri di suatu balkon di Kairo ketika salah seorang prajuritnya menyebut dirinya “Firaun” sebelum menembaknya hingga mati.

Namun, hal yang benar-benar memalukan bagi Mesir adalah bukan pada responnya atas pembantaian di Gaza. Melainkan adalah korupsi yang telah berakar pada masyarakat Mesir dimana ide akan pelayanan – kesehatan, pendidikan, keamanan yang dibutuhkan bagi rakyar jelata – sudah tidak ada lagi.

Mesir adalah suatu negeri dimana kewajiban pertama dari polisi adalah untuk melindungi rezimnya, dimana para pendemo dipukuli oleh para petugas keamanan, dimana para wanita, yang dianiaya oleh para agen Mubarak, menolak rejim Mubarak yang tidak berkesudahan, sepertinya jabatan presiden dengan gaya pewarisan tahta seperti khalifah itu akan diwariskan kepada anaknya, Gamal, apapun yang dikatakan mengenai dirinya

Telah tumbuh di Mesir semacam topeng agama dimana arti Islam telah dibuat tidak menonjol dikarenakan representasi fisiknya. Para “abdi” Negara di Mesir dan para pejabat pemerintahan seringkali terlihat menjalankan perintah agamanya – namun mereka bertoleransi dan berkomplot dalam pemilu yang curang, pelanggaran hukum dan melakukan penyiksaan di penjara. Seorang dokter muda Amerika menggambarkan kepada saya baru-baru ini bagaimana dalam sebuah rumah sakit di Kairo, para dokter yang sibuk menghalang-halangi pintu dengan kursi plastik untuk mencegah pasien masuk.

Di bulan November, surat kabar Mesir Al-Masry al-Youm melaporkan bagaimana para dokter mentelantarkan para pasiennya untuk bisa ikut shalat selama bulan Ramadhan.

Dan ditengah semuanya ini, orang Mesir dalam kesehariannya harus hidup sengsara dikarenakan infrastruktur yang buruk.

Alaa al-Aswani menulis dengan baik dalam sebuah harian di Kairo Al-Dastour bahwa jumlah “syuhada” korban rejim itu telah melebihi jumlah korban perang antara Mesir dan Israel – para korban kecelakaan kereta api, tenggelamnya ferry, gedung-gedung kota yang runtuh, orang-orang sakit, kanker dan pestisida dan keracunan – semua korban itu, kata Aswani, “adalah korban korupsi dan penyalah gunaan kekuasaan.”

Membuka pintu perlintasan Rafah bagi para korban luka Palestina tidaklah akan merubah penolakkan dimana orang Mesir sendiri hidup di dalamnya dimana suatu ketika para staff medis Palestina dipaksa kembali masuk kedalam penjara Gaza disaat para korban serangan udara yang berlumuran darah itu berada di wilayah Mesir.

Sayed Hassan Nasrallah, sekjen Hizbullah di Lebanon, merasa mampu untuk menyerukan pada rakyat Mesir untuk “mengerahkan berjuta-juta orang” untuk membuka perbatasan dengan Gaza, tapi mereka tidak melakukannya.

Ahmed Aboul Gheit, Menlu Mesir yang lemah, hanya dapat mengejek para pemimpin Hizbullah dengan menuduh mereka mencoba melakukan provokasi “suatu anarki yang sama dengan yang mereka buat di Negara mereka sendiri.”

Tapi dia mendapat perlindungan yang baik. Demikian juga Presiden Mubarak.

Dalam banyak hal, hal buruk yang dialami oleh orang Mesir juga sekelam yang dialami orang Palestina. Ketidak berdayaan di depan penderitaan Gaza adalah sebuah simbol atas penyakit politik yang dimilikinya.

Sumber: The Independent

Komentar HTB

Robert Fisk merujuk pada pemilihan gaya khalifah atas anak laki-laki Presiden Mubarak bernama Gamal. Apa yang tampaknya dia lupa adalah bahwa Mesir bukanlah Khilafah dan tidak juga negeri-negeri lain di Timur Tengah. Mesir diterima sebagai Negara demokrasi oleh Inggris, Amerika dan negeri-negeri barat lainnya yang ingin melakukan bisnis dengan para diktator yang jahat.


Tanggapan

  1. Wah bahasan yang cukup berat ini..

    Saya jadi ga berani comment..

  2. Semoga perdamaian segera datang…… 🙂

  3. Amiin…
    Tenang saudaraku…
    Kemenangan Islam dan kaum muslim akan segera tiba…

  4. wah, itu fotonya kenapa ditandain mas…
    amin, semoga kemenangan islam segera datang (tapi selama umat muslim di dunia) masih ingat siapa penciptanya..

  5. Pasti pejuang Islam akan menang


Tinggalkan komentar

Kategori